Sabtu, 29 September 2012

Sejarah Jurnalistik


Sejarah Jurnalistik

Kewartawanan atau jurnalisme (berasal dari kata journal), artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti suratkabar. Journal berasal dari istilah bahasa Latin diurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik.
Di Indonesia, istilah "jurnalistik" dulu dikenal dengan "publisistik". Dua istilah ini tadinya biasa dipertukarkan, hanya berbeda asalnya. Beberapa kampus di Indonesia sempat menggunakannya karena berkiblat kepada Eropa. Seiring waktu, istilah jurnalistik muncul dari Amerika Serikat dan menggantikan publisistik dengan jurnalistik. Publisistik juga digunakan untuk membahas Ilmu Komunikasi.
Pada awalnya, komunikasi antar manusia sangat bergantung pada komunikasi dari mulut ke mulut. Catatan sejarah yang berkaitan dengan penerbitan media massa terpicu penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg.
Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan kewartawanan sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timoer, Bintang Barat, Java Bode,Medan Prijaji, dan Java Bode terbit.
Pada masa pendudukan Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.
Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi kewartawanan. Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai media komunikasi. Menjelang penyelenggaraan Asian Games IV, pemerintah memasukkan proyek televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia muncul dengan teknologi layar hitam putih.
Masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembreidelan media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan dua contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis Independen yang mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa aktivisnya dimasukkan ke penjara.
Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi.
Kegiatan kewartawanan diatur dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang dikeluarkan Dewan Pers dan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI

Kewartawanan dapat dikatakan "coretan pertama dalam sejarah". Meskipun berita seringkali ditulis dalam batas waktu terakhir, tetapi biasanya disunting sebelum diterbitkan.
Para wartawan seringkali berinteraksi dengan sumber yang kadangkala melibatkan konfidensialitas. Banyak pemerintahan Barat menjamin kebebasan dalam pemberitaan (pers).
Aktivitas utama dalam kewartawanan adalah pelaporan kejadian dengan menyatakan siapa, apa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana (dalam bahasa Inggris dikenal dengan 5W+1H) dan juga menjelaskan kepentingan dan akibat dari kejadian atau yang sedang hangat (trend). Kewartawanan meliputi beberapa media: koran, televisi, radio, majalah dan internet sebagai pendatang baru.

Pesatnya kemajuan media informasi dewasa ini cukup memberikan kemajuan yang signifikan. Media cetak maupun elektronik pun saling bersaing kecepatan sehingga tidak ayal bila si pemburu berita dituntut kreativitasnya dalam penyampaian informasi. Penguasaan dasar-dasar pengetahuan jurnalistik merupakan modal yang amat penting manakala kita terjun di dunia ini. Keberadaan media tidak lagi sebatas penyampai informasi yang aktual kepada masyarakat, tapi media juga mempunyai tanggung jawab yang berat dalam menampilkan fakta-fakta untuk selalu bertindak objektif dalam setiap pemberitaannya.

Apa Itu Jurnalistik?
Menurut Kris Budiman, jurnalistik (journalistiek, Belanda) bisa dibatasi secara singkat sebagai kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran media tertentu. Jurnalistik mencakup kegiatan dari peliputan sampai kepada penyebarannya kepada masyarakat. Sebelumnya, jurnalistik dalam pengertian sempit disebut juga dengan publikasi secara cetak. Dewasa ini pengertian tersebut tidak hanya sebatas melalui media cetak seperti surat kabar, majalah, dsb., namun meluas menjadi media elektronik seperti radio atau televisi. Berdasarkan media yang digunakan meliputi jurnalistik cetak (print journalism), elektronik (electronic journalism). Akhir-akhir ini juga telah berkembang jurnalistik secara tersambung (online journalism).
Jurnalistik atau jurnalisme, menurut Luwi Ishwara (2005), mempunyai ciri-ciri yang penting untuk kita perhatikan.
a. Skeptis
Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah tertipu. Inti dari skeptis adalah keraguan. Media janganlah puas dengan permukaan sebuah peristiwa serta enggan untuk mengingatkan kekurangan yang ada di dalam masyarakat. Wartawan haruslah terjun ke lapangan, berjuang, serta menggali hal-hal yang eksklusif.
b. Bertindak (action)
Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang wartawan.
c. Berubah
Perubahan merupakan hukum utama jurnalisme. Media bukan lagi sebagai penyalur informasi, tapi fasilitator, penyaring dan pemberi makna dari sebuah informasi.
d. Seni dan Profesi
Wartawan melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa untuk menangkap aspek-aspek yang unik.
e. Peran Pers
Pers sebagai pelapor, bertindak sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa-peristiwa di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka. Selain itu, pers juga harus berperan sebagai interpreter, wakil publik, peran jaga, dan pembuat kebijaksanaan serta advokasi.

Berita
Ketika membahas mengenai jurnalistik, pikiran kita tentu akan langsung tertuju pada kata "berita" atau "news". Lalu apa itu berita? Berita (news) berdasarkan batasan dari Kris Budiman adalah laporan mengenai suatu peristiwa atau kejadian yang terbaru (aktual); laporan mengenai fakta-fakta yang aktual, menarik perhatian, dinilai penting, atau luar biasa. "News" sendiri mengandung pengertian yang penting, yaitu dari kata "new" yang artinya adalah "baru". Jadi, berita harus mempunyai nilai kebaruan atau selalu mengedepankan aktualitas. Dari kata "news" sendiri, kita bisa menjabarkannya dengan "north", "east", "west", dan "south". Bahwa si pencari berita dalam mendapatkan informasi harus dari keempat sumber arah mata angin tersebut.
Selanjutnya berdasarkan jenisnya, Kris Budiman membedakannya menjadi "straight news" yang berisi laporan peristiwa politik, ekonomi, masalah sosial, dan kriminalitas, sering disebut sebagai berita keras (hard news). Sementara "straight news" tentang hal-hal semisal olahraga, kesenian, hiburan, hobi, elektronika, dsb., dikategorikan sebagai berita ringan atau lunak (soft news). Di samping itu, dikenal juga jenis berita yang dinamakan "feature" atau berita kisah. Jenis ini lebih bersifat naratif, berkisah mengenai aspek-aspek insani (human interest). Sebuah "feature" tidak terlalu terikat pada nilai-nilai berita dan faktualitas. Ada lagi yang dinamakan berita investigatif (investigative news), berupa hasil penyelidikan seorang atau satu tim wartawan secara lengkap dan mendalam dalam pelaporannya.

Nilai Berita
Sebuah berita jika disajikan haruslah memuat nilai berita di dalamnya. Nilai berita itu mencakup beberapa hal, seperti berikut.
1.      Objektif: berdasarkan fakta, tidak memihak.
2.      Aktual: terbaru, belum "basi".
3.      Luar biasa: besar, aneh, janggal, tidak umum.
4.      Penting: pengaruh atau dampaknya bagi orang banyak; menyangkut orang penting/terkenal.
5.      Jarak: familiaritas, kedekatan (geografis, kultural, psikologis).
Lima nilai berita di atas menurut Kris Budiman sudah dianggap cukup dalam menyusun berita. Namun, Masri Sareb Putra dalam bukunya "Teknik Menulis Berita dan Feature", malah memberikan dua belas nilai berita dalam menulis berita (2006: 33). Dua belas hal tersebut di antaranya adalah:
1.      sesuatu yang unik,
2.      sesuatu yang luar biasa,
3.      sesuatu yang langka,
4.      sesuatu yang dialami/dilakukan/menimpa orang (tokoh) penting,
5.      menyangkut keinginan publik,
6.      yang tersembunyi,
7.      sesuatu yang sulit untuk dimasuki,
8.      sesuatu yang belum banyak/umum diketahui,
9.      pemikiran dari tokoh penting,
10.  komentar/ucapan dari tokoh penting,
11.  kelakuan/kehidupan tokoh penting, dan
12.  hal lain yang luar biasa.
Dalam kenyataannya, tidak semua nilai itu akan kita pakai dalam sebuah penulisan berita. Hal terpenting adalah adanya aktualitas dan pengedepanan objektivitas yang terlihat dalam isi tersebut.

Anatomi Berita dan Unsur-Unsur
Seperti tubuh kita, berita juga mempunyai bagian-bagian, di antaranya adalah sebagai berikut.
1.      Judul atau kepala berita (headline).
2.      Baris tanggal (dateline).
3.      Teras berita (lead atau intro).
4.      Tubuh berita (body).
Bagian-bagian di atas tersusun secara terpadu dalam sebuah berita. Susunan yang paling sering didengar ialah susunan piramida terbalik. Metode ini lebih menonjolkan inti berita saja. Atau dengan kata lain, lebih menekankan hal-hal yang umum dahulu baru ke hal yang khusus. Tujuannya adalah untuk memudahkan atau mempercepat pembaca dalam mengetahui apa yang diberitakan; juga untuk memudahkan para redaktur memotong bagian tidak/kurang penting yang terletak di bagian paling bawah dari tubuh berita (Budiman 2005) . Dengan selalu mengedepankan unsur-unsur yang berupa fakta di tiap bagiannya, terutama pada tubuh berita. Dengan senantiasa meminimalkan aspek nonfaktual yang pada kecenderuangan akan menjadi sebuah opini.
Untuk itu, sebuah berita harus memuat "fakta" yang di dalamnya terkandung unsur-unsur 5W + 1H. Hal ini senada dengan apa yang dimaksudkan oleh Lasswell, salah seorang pakar komunikasi (Masri Sareb 2006: 38).
1.      Who - siapa yang terlibat di dalamnya?
2.      What - apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?
3.      WHERE - di mana terjadinya peristiwa itu?
4.      Why - mengapa peristiwa itu terjadi?
5.      When - kapan terjadinya?
6.      How - bagaimana terjadinya?
Tidak hanya sebatas berita, bentuk jurnalistik lain, khususnya dalam media cetak, adalah berupa opini. Bentuk opini ini dapat berupa tajuk rencana (editorial), artikel opini atau kolom (column), pojok dan surat pembaca.
Sumber Berita
Hal penting lain yang dibutuhkan dalam sebuah proses jurnalistik adalah pada sumber berita. Ada beberapa petunjuk yang dapat membantu pengumpulan informasi, sebagaimana diungkapkan oleh Eugene J. Webb dan Jerry R. Salancik (Luwi Iswara 2005: 67) berikut ini.
1.      Observasi langsung dan tidak langsung dari situasi berita.
2.      Proses wawancara.
3.      Pencarian atau penelitian bahan-bahan melalui dokumen publik.
4.      Partisipasi dalam peristiwa.
Kiranya tulisan singkat tentang dasar-dasar jurnalistik di atas akan lebih membantu kita saat mengerjakan proses kreatif kita dalam penulisan jurnalistik.

Sumber bacaan:
Budiman, Kris. 2005. "Dasar-Dasar Jurnalistik: Makalah yang disampaikan dalam Pelatihan Jurnalistik -- Info Jawa 12-15 Desember 2005. Dalam www.infojawa.org.
Ishwara, Luwi. 2005. "Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar". Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Putra, R. Masri Sareb. 2006. "Teknik Menulis Berita dan Feature". Jakarta: Indeks.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar